Saya selalu bermimpi bisa melahirkan secara normal, namun kenyataannya harus Sectio Caesaria (SC). Kehamilan memasuki minggu ke 38 dan belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Saya mengalami kontraksi palsu. Yang bikin makin galau adalah obgyn saya berangkat umroh. Pikiran dan perasaan saya mirip ditinggal pacar LDR. Lelah.
Oiya sebelumnya saya periksa obgyn di Jakarta, lalu pulang kampung deh. Saya pengen dekatan keluarga terutama Ibu. Sebelum pulang, saya cari referensi via browser juga teman yang kebetulan hamil. Hahaha. Lumayan banget! Terima kasih ya kalian... Iya sekian banyak obgyn di Solo, saya memutuskan obgyn dr. Kresno (lupa nama lengkapnya). Salah satunya faktor penentunya... Dia praktek di beberapa RS, trus praktek di RS dekat rumah saya. Jam prakteknya juga saya cocok banget. Sore ke malam... Karena obgyn pasti banyak pasien, belum lagi rame di ruang tunggu poli.
Agak lupa tepatnya dia cuti umroh. Trus saya harus cari obgyn lagi. Mumet... Baper... Pengennya dekat suami saja kalau begini. Ada dua obgyn yang stay di RS, maksudnya tiap hari praktek. Akhirnya saya memilih periksa ke obgyn dr Lidia. Obgyn cewek satu-satunya. Orangnya komunikatif, lugas, dan teliti. Dia juga pro ASI.
Oke. Fase kontrol seminggu sekali. Jum'at pagi saya kontrol dan hasil USG kurang memuaskan. Dia meminta saya tuk USG ulang. Besoknya... Sabtu sore saya minta kakak menemani karena suami kerja di Jakarta dan dia belum bisa pulang. Nah entah kenapa kok perasaan rada merinding deg-degan. Embuhlah. Jam 5 saya dipanggil masuk ke ruangan, disuruh tiduran, jelly dituang, alat mulai bergerak kesana kemari... Dan saya harus melahirkan segera. Dokter tidak mau ambil resiko karena air ketuban saya mulai merembes. Ada obrolannya, tapi skip aja ya...
Setelah kasak kusuk baper duduk di ruang tunggu poli, bahkan sampai pasien habis dan sepi... Saya masih nangis shock! Kepala nyut nyut, lemas, bingung, semua campur aduk. Kepikiran Ibu stroke sendirian di rumah. Saya telp Ibu minta do'a sambil nangis. Kakak saya membantu urusan administrasi, tanda tangan sana sini. Saya ditanya dan jawaban cuma iya-iya. Masuk ke ruangan disuruh ganti baju, disuntik obat cek alergi, ditanya macam-macam sama suster, trus didorong pindah IGD buat pasang kateter dan cukur rambut kemaluan (maaf vulgar ya?).
Jam 8 malam hari itu juga, saya didorong ke ruang operasi. Masuk ruang steril... baunya khas bikin mual. Lalu diangkat pindah ke bed operasi, mulai dipasangi selang oksigen, alat detak jantung, trus apalagi ya... Lupa. Dokter anastesi mulai menyuntik di punggung, iya rasanya... Nyooooossssss! Dalam sekian detik, separuh badan otomatis mati rasa. Dia tanya sambil pegang jempol kaki... Angkat kaki saya. Kemudian saya melihat monitor deteksi jantung dan tensi. Wow! Tensi naik 170/100. Pertanyaannya diulang mulu "Ibu sesak napas tidak? Pusing tidak?" Saya cuma bilang "Gak dok. Saya ngantuk"
Seolah setengah sadar dan tak berdaya, saya hanya menatap lampu operasi. Proses melahirkan yang mendebarkan. Dioles alkohol, betadin, trus apa gitu gak ngerti... Kemudian mulai diiris kulit perut. Darah keluar. Dicek janin saya. Proses berlanjut. Ditekan-tekan perut saya dan olalaaaa... Muncul bayi dari perut saya. Kaget sekaligus kagum. Dan bayi itu menangis spontan juga kencang. Alhamdulillah Yaa Allah... Pengen nangis tapi gak kejadian, saya milih merem. Setelah itu perut dibersihan dan dijahit. Selesai. Saya dibawa ke ruang pemulihan.
Setelah sekian jam saya dipindahkan ke kamar, ternyata sudah tengah malam. Suster bilang saya harus puasa dulu sampai pagi jam 6 dan harus bisa kentut juga. Menderita. Nahan lapar its okay. Nahan haus kok begini ya.
Suami saya tiba jam 8 pagi. Penerbangan paling pagi dari bandara Halim Perdanakusuma. Di saat yang bersamaan, bayi kami diantar ke kamar. Takjub! Kami berdua bahagia dan sangat bersyukur diberikan rejeki yang luar biasa dari Allah SWT.
Begitulah proses melahirkan versi saya. Sekian.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih ^^